"WELCOME IN THIS BLOG IT COUNSELING "


Senin, 04 Oktober 2010

MENGINTIP DI BALIK INDAHNYA PUASA ARAFAH



Ibadah tathawwu’ (sunah; yang dianjurkan) merupakan perkara yang akan menambah pahala, menggugurkan dosa-dosa, memperbanyak kebaikan, meninggikan derajat, dan menyempurnakan ibadah wajib.
Allah Ta’ala berfirman:
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lah yang lebih baik baginya. (QS. Al-Baqoroh: 184)
Demikian juga hal itu merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, setelah melakukan kewajiban-kewajiban. Karena mendekatkan diri kepada Allah itu dengan cara beribadah kepadaNya, dengan ibadah yang hukumnya wajib atau mustahab (yang disukai; sunah). Mendekatkan diri kepadaNya bukan dengan ibadah yang bid’ah tanpa bimbingan Sunnah atau dengan kebodohan tanpa bimbingan ilmu. Imam Bukhori meriwayatkan sebuah hadits qudsi sebagai berikut:
Dari Abu Huroiroh, dia berkata: Rosulullah _ bersabda: Sesungguhnya Alloh berfirman: “Barangsiapa memusuhi waliKu, [Wali Alloh adalah orang yang beriman dan bertakwa-pen] maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaKu selalu mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah-ibadah nafilah (sunah; tambahan; yang dianjurkan) sehingga Aku mencintainya…(Al-Hadits. HR. Bukhari no: 6502)
“Di dalam hadits di atas terdapat dalil bahwa barangsiapa yang menghendaki dicintai oleh Alloh, maka urusannya mudah baginya, jika Alloh memudahkannya padanya. Yaitu dia melakukan kewajiban-kewajiban dan melakukan ibadah-ibadah tathowwu’ (sunah), dengan sebab itu dia akan meraih kecintaan Alloh dan walayah (perwalian) Alloh”. (Al-Fawaid Adz-Dzahabiyah minal Arba’in Nawawiyah, hal: 143)
Kemudian di antara amalan tathowwu’ yang utama adalah puasa. Karena puasa merupakan ibadah yang dapat mengekang nafsu dari keinginannya. Puasa juga akan mengeluarkan jiwa manusia dari keserupaan dengan binatang menuju keserupaan dengan malaikat. Karena orang yang berpuasa meninggalkan perkara yang paling lekat pada dirinya, yang berupa makanan, minuman, dan berhubungan dengan istrinya, karena mencari ridha Alloh. Sehingga itu merupakan ibadah dan ketaatan yang merupakan sifat malaikat. Sebaliknya jika manusia mengumbar hawa-nafsunya, maka dia lebih mendekati alam binatang.
KEUTAMAAN PUASA AROFAH
Di antara puasa tathowwu’ yang paling utama adalah puasa Arofah. Yang di maksud dengan puasa Arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada saat itu kaum muslimin yang melakukan ibadah hajji berkumpul wukuf di padang Arofah.
Sebagian orang mendapatkan masalah ketika mendapati tanggal/kalender di negaranya berbeda dengan di Arab Saudi. Maksudnya, pada hari ketika jama’ah haji sedang berkumpul di Arofah, yang hari itu adalah tanggal 9 Dzulhijjah di negara Arab Saudi, tetapi kalender di negaranya pada hari itu adalah tanggal 10 Dzulhijjah, umpamanya. Maka apakah dia berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut kalender di negaranya sendiri, padahal di Arab Saudi masih tanggal 8 Dzulhijjah, dan para jama’ah haji belum menuju Arofah. Atau dia berpuasa pada tanggal 10 Dzulhijjah menurut kalender di negaranya sendiri, dan di Arab Saudi sudah tanggal 9 Dzulhijjah, dan para jama’ah haji berkumpul di Arofah.
Dalam hal ini yang menjadi ukuran adalah wuquf di Arofah, bukan kalender di negaranya. Karena di dalam hadits-hadits Nabi _ menyebut dengan “puasa hari Arofah” sehingga mestinya wuquf di Arofah itulah yang menjadi ukuran. Wallohu a’lam.
KEISTIMEWAAN HARI AROFAH
Hari Arofah memang salah satu hari istimewa, karena pada hari itu Alloh membanggakan para hambaNya yang sedang berkumpul di Arofah di hadapan para malaikatNya. Nabi Muhammad _ bersabda:
Tidak ada satu hari yang lebih banyak Alloh memerdekakan hamba dari neraka pada hari itu daripada hari Arofah. Dan sesungguhnya Alloh mendekat kemudian Dia membanggakan mereka (para hambaNya yang sedang berkumpul di Arofah) kepada para malaikat. Dia berfirman: “Apa yang dikehendaki oleh mereka ini?” (HR. Muslim no: 1348; dan lainnya dari ‘Aisyah)

Olah karena itulah tidak aneh, jika kaum muslimin yang tidak wukuf di Arofah disyari’atkan berpuasa satu hari Arafah ini, dengan janji keutamaan yang sangat besar.
Marilah kita renungkan hadits di bawah ini, yang menjelaskan keutamaan puasa Arofah, yang disyari’atkan oleh Ar-Rohman Yang Memiliki sifat rahmat yang luas dan disampaikan oleh Nabi pembawa rahmat kepada seluruh alam.
Rosulullah _ bersabda:
Puasa satu hari Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Alloh, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Alloh, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya. (HR. Muslim, no: 1162, dari Abu Qatadah)
Alangkah pemurahnya Alloh Ta’ala. Puasa sehari menghapuskan dosa dua tahun! Kaum muslimin biasa berpuasa satu bulan penuh pada bulan Romadhan, dan mereka sanggup melakukan. Maka sesungguhnya berpuasa satu hari Arofah ini merupakan perkara yang mudah, bagi orang yang dimudahkan oleh Alloh Ta’ala.
Barangsiapa membaca atau mendengar sabda Nabi n yang mulia ini pastilah hatinya tergerak untuk mengamalkan puasa tersebut. Karena setiap manusia pasti menyadari bahwa dia tidak dapat lepas dari dosa.
DOSA APA YANG HAPUS?
Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih.
Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm -rohimahulloh- , berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar atau dosa kecil.
Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu’, sholat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arofah ini, hanyalah dosa-dosa kecil.
Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:
1- Alloh telah memerintahkan taubat, sehingga hukumnya adalah wajib. Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, maka ini merupakan kebatilan secara ijma’.
2- Nash-nash dari hadits lain yang mentaqyid (mengikat; mensyaratkan) dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal sholih.
3- Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertaubat darinya atau hukuman pada dosa tersebut. Baik hukuman itu ditentukan oleh syari’at, yang berupa hudud dan ta’ziir atau hukuman dengan taqdir Alloh, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.
4- Bahwa di dalam syari’atNya, Alloh tidak menjadikan kaffaroh (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar. Namun kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil. [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, syarh hadits no: 18, karya Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali]
PUASA AROFAH UNTUK SELAIN YANG BERADA DI AROFAH
Kemudian bahwa disunnahkannya puasa Arofah ini berlaku bagi kaum muslimin yang tidak wuquf di Arofah. Adapun bagi kaum muslimin yang wuquf di Arofah, maka tidak berpuasa, sebagaimana hadits di bawah ini:
Dari Ummul Fadhl binti Al-Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi _ . Sebagian mereka mengatakan: “Beliau berpuasa”. Sebagian lainnya mengatakan: “Beliau tidak berpuasa”. Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas onta beliau, maka beliau meminumnya. (HR. Bukhari no: 1988; Muslim no: 1123)
Setelah kita mengetahui keutamaan puasa hari Arofah ini, maka yang tersisa adalah pengamalannya. Karena setiap manusia nanti akan ditanya tentang ilmunya, apa yang telah dia amalkan. Semoga Alloh selalu memberikan kepada kita untuk berada di atas jalan yang lurus. Aamiin.



copyright@by :www.ump.ac.id

Template by : trierasakopi